Setahun Gempa Terbesar Jepang
Lebih dari 19 ribu orang tewas atau hilang dan bencana nuklir terbesar dalam 25 tahun terakhir menimpa Negeri Matahari Terbit. Di Kota Rikuzentakata, pesisir timur laut Jepang, masyarakat berkumpul.
Mereka berdoa di depan sebuah pohon cemara yang bertahan meski diterjang gelombang tsunami dahsyat, tahun lalu. Pohon ini menjadi simbol bertahan hidup. Beberapa mulai kembali ke rumah lama mereka, meletakkan karangan bunga.
Naomi Fujino (42) kehilangan ayahnya saat bencana itu. Bersama sang ibu, ia menyelamatkan diri ke sebuah bukit dan menyaksikan ombak besar menelan rumahnya. Sang ayah berkata akan menemui mereka di tempat itu.
Hingga malam tiba, pria itu tak pernah muncul. Dua bulan kemudian, jasadnya ditemukan. “Saya ingin menyelamatkan orang, tapi tak bisa. Saya bahkan tak bisa menolong ayah sendiri. Tapi tak boleh menangis, harus lanjutkan hidup.”
Seremonial digelar tepat saat gempa berkekuatan 9,0 SR mengguncang, yakni pukul 14:46. Kaisar dan Perdana Menteri (PM) Jepang akan berbicara di National Theater untuk mengenang para korban.
Gempa tersebut merupakan yang terkuat dalam sejarah Jepang, negara yang sering dilanda peristiwa alam itu. Gelombang tsunami muncul setelah gempa, tingginya mencapai 20 meter dan menyapu bersih pesisir timur laut Jepang.
Hingga kini, masih ada 325 ribu orang yang tak memiliki rumah. Meski Jepang cukup hebat karena telah membersihkan segala puingnya, kegiatan pembangunan rumah baru sedikit yang terlaksana.
“Ada perbedaan pendapat antara pemda dan pemerintah pusat. Mereka masih memperdebatkan konsensus, mencari-cari solusi terbaik,” ujar Presiden Japan Red Cross Society Tadateru Konoe.
Gempa juga merusak PLTN Fukushima Dai-ichi, menyebabkan tiga reaktor meleleh karena tsunami merusak sistem pendingin yang amat penting. Tempat itu kini sudah stabil dan kebocoran radiasi terus berkurang.
Operatornya, TEPCO menyatakan, tempat itu masih belum sepenuhnya stabil. Beberapa peralatan, diantaranya ada yang diperbaiki seadanya menggunakan isolasi, masih diandalkan untuk membuat sistemnya berjalan.
Akibat insiden Fukushima, hanya dua dari 54 reaktor di Jepang yang kini beroperasi. Lainnya ditutup untuk pemeriksaan rutin, terutama menguji kemampuan mereka menghadapi bencana serupa.
PM Yoshihiko Noda menyatakan pemerintah bertanggung jawab atas bencana itu. Ia menilai, rezim yang bertanggung jawab saat bencana merespon terlalu lambat dalam menyampaikan informasi penting.
“Kita tak bisa lagi membuat alasan bahwa hal itu tak bisa diprediksikan dan di luar bayangan kita. Manajemen krisis mewajibkan kita untuk membayangkan apa yang mungkin terjadi di luar bayangan itu,” paparnya.
Di luar bayangan atau ‘soteigai’ dalam bahasa Jepang, berulang kali dikemukakan oleh Tokyo Electric Power Co. (TEPCO) mengenai insiden Fukushima. Masalah nuklir ini, di setahun peringatan gempa, masih menjadi masalah utama.
No comments:
Post a Comment