Kompleks Kuburan Belanda sebagai Jati Diri Aceh
Kompleks perkuburan militer Belanda terletak di tengah-tengah kota Banda Aceh, sampai saat ini masih terawat dengan baik.
Kompleks kuburan ini lebih dikenal sebagai Peucut Kerkhof dan ini membuktikan Pemerintah Aceh dan masyarakatnya tidak pernah dendam tentang masa lalu. Berikut laporan Lola Alfira, reporter radio mitra Ranesi FAS FM di Meulaboh.
Salah satu jejak dokumen sejarah yang masih tersisa di Aceh sekarang ini adalah komplek perkuburan militer Belanda. Pemerintah kota Banda Aceh telah merawat dengan baik sekitar 2200 jasad prajurit Belanda, termasuk serdadu tawanan yang dibawa dari Ambon dan Pulau Jawa, pada saat Belanda memerangi Aceh 26 Maret 1873 sampai 1942. Empat jenderal Belanda juga dikuburkan di Peucut Kerkhof, ucap Adli Abdullah, pemerhati sosial budaya Aceh.
Adli Abdullah: “Sebenarnya ada empat jendral Belanda yang meninggal di Aceh, Köhler, Van Swieten, Pel dan satu lagi saya lupa. Seperti Köhler misalnya, dia meninggal 14 April 1873, gugur di depan Mesjid Raya, kemudian oleh pasukannya dilarikan ke laut dan dibawa. Sehingga ekspedisi Belanda pertama itu gagal. Balik ke Jakarta dan dimakamkan di Tanah Abang, di Jakarta. Dikembalikan ke Aceh sebenarnya tidak ada rencana awalnya. Cuma atas inisiatif Gubernur Aceh waktu itu Muzakir Walad, karena Köhler ini meninggalnya di Aceh, apalagi karena kena penggusuran di Jakarta, karena perluasan kantor Balai Kota, makanya tulang belulangnya dimakamkan di Aceh.”
Sebelum kita memasuki halaman kuburan Peucut Kerkhof, terdapat kalimat bertuliskan “2200 Prajurit dikuburkan di sini. Angkatan Perang Kerajaan Hindia Belanda Timur (KNIL) membayar mahal atas kehadirannya di Aceh.”
Amri penjaga makam yang sudah 17 tahun bertugas merawat kompleks Peucut Kerkhof menjelaskan, di setiap batu nisan dibuat tanda untuk menjelaskan yang dikuburkan tersebut tewas karena perang atau karena sakit.
Amri: “Tanggung jawab saya cukup luar biasa. Kebersihannya. Pokoknja hari potong rumput, supaya kerkhof ini tetap bersih. Yang rusak-rusak diperbaiki yang bagus. Dicat, baik itu kuburan, pagar sekeliling kerkhof diperbaiki, sampai kantor-kantornya, perumahan karyawan di sini”.
Nama kerkhof berasal dari bahasa Belanda yang berarti halaman gereja atau kuburan. Sedangkan Peucut berasal dari nama salah seorang putera Sultan Iskandar Muda yang dihukum mati dan dikuburkan di salah satu bukit kecil di dalam komplek makam. Sehingga penggabungan nama Peucut Kerkhof dikenal sebagai situs sejarah peninggalan Belanda di areal seluas 3,25 hektar.
Sementara itu perawatan Peucut Kerkhof dibiayai oleh Stichting Peucut Fonds atau Yayasan Dana Peucut. Yayasan tersebut pada dasarnya bermaksud untuk menyelamatkan kuburan militer Belanda agar dapat disaksikan oleh generasi mendatang. Dewan pengurus yayasan khususnya mengumpulkan dana untuk perbaikan dan pemeliharaan semua aktivitas ini sesuai dengan MOU antara Pemrintah Aceh dengen Belanda. Yayasan Dana Peucut sendiri berdiri sejak 29 Januari 1976, ketua yayasan pertama bernama Letnan Jendral F. van der Veen seorang perwira di Korp Marchaussee yang pernah bertugas di Aceh, karena memang korps itu didirikan di Aceh.
Peucut Kerkhof merupakan gambaran nyata bagi masyarakat Aceh. Setiap kuburan memiliki kisahnya sendiri. Ini bukti kedahsyatan perang Aceh melawan Belanda tidak membuat situs sejarah ini terbengkalai. Karena masyarakat Aceh tidak membawa dendam sampai mati. Adli Abdullah kembali menjelaskan.
Adli Abdullah: “Bagi masyarakat Aceh musuh itu tidak dibawa sampai mati. Musuh itu ada ketika masih hidup, kalau sudah meninggal itu dianggap sudah menjadi Bani Adam. Makanya pihak-pihak Belanda pada waktu itu, tahun 1984, setuju, waktu Pak Muzakir minta supaya abu jenazah Köhler dibawa pulang ke Aceh. Itu tindakan yang spektakuler.
Bahkan setelah itu, kuburan Duta Besar Aceh yang ada di Belandapun direnovasi. Sehingga Gubernur Aceh Muzakir Walad datang ke Belanda di Middelburg.Dubes itu, Tengku Syeh Abdul Hamid yang pernah dikirim oleh Sultan Syaidil Kamil pada tahun 1601 sebagai Duta Besar Aceh di Negeri Belanda dan meninggal di Belanda. Jadi Köhler dibawa pulang ke Aceh dan kuburan Tengku Syeh Abdul Hamid pun direnovasi. Jadi bagian bukti-bukti sejarah. Makanya sejarah itu penting, itu bagian indentitas suatu bangsa.”
sumber: http://beritakorslet.wordpress.com/2010/01/29/kompleks-kuburan-belanda-sebagai-jati-diri-aceh/
No comments:
Post a Comment