UP
    Latest News

Pembantaian 750 Orangutan Jadi Sorotan Dunia


VIVAnews - Orangutan menemui nasib tragis di desa-desa di Kalimantan, di wilayah Republik Indonesia. Setidaknya 750 ekor Pongo pygmaeusdibantai oleh warga dalam waktu yang lama.

Sebagian Orangutan dibunuh demi rangkanya, ada juga warga yang mengincar daging hewan itu.

Kabar memprihatinkan ini kali pertama dimuat dalam pemberitaan harian lokal di Kaltim. Pembantaian itu diduga berlangsung sekitar tahun 2009-2010 lalu, di Desa Puan Cepak, Kecamatan Muara Kaman, Kutai  Kartanegara.

Kini, pembantaian orangutan kini bukan hanya isu Indonesia,  tapi juga jadi perhatian dunia. Sejumlah media  internasional memberitakan kasus ini.
v
Washington Post pada Senin 14 November 2011  memberitakan tentang sebuah survei yang dilakukan terkait Orangutan. Erik Meijaard, penulis utama laporan survei yang dimuat jurnalPLoSOne mengatakan, ia yakin pembantaian menunjukkan Orangutan menghadapi ancaman serius, lebih gawat dari yang diperkirakan sebelumnya.

Indonesia adalah rumah bagi 90 persen spesies  Orangutan. Sekitar 50 ribu sampai 60 ribu hewan itu  tinggal di hutan rimba. Namun  akibat pembabatan hutan  untuk perkebunan kayu bahan kertas, atau kelapa sawit,  Orangutan berkonflik dengan manusia.

Sementara, Nature Conservancy dan sejumlah organisasi lain mewawancarai sedikitnya 7.000 warga di 687 desa untuk mengetahui alasan mereka membunuh orangutan.
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan pentingnya menjaga kelestarian hutan. Dia tak ingin generasi mendatang mendapat cerita mengenai kepunahan sejumlah spesies karena hutan terbabat habis.

"Saya tidak ingin nanti menjelaskan kepada cucu saya, Almira (Tunggadewi), bahwa kita tidak bisa melestarikan hutan," kata Presiden SBY dalam pidato konferensi internasional mengenai hutan di Jakarta, Selasa 27 September 2011.

Menurut dia, hutan bukan saja penyaring udara tetapi juga menjaga keanekaragaman hayati. "Keajaiban dunia hewan seperti harimau Sumatra, badak dan orangutan," kata Yudhoyono.  (umi)
• VIVAnews

No comments:

Post a Comment