Andai Perang Lawan Malaysia Terjadi


Malaysia, meski negaranya lebih kecil dari Indonesia, tetapi lebih makmur. Dengan kondisi keuangan mereka yang lebih baik, mungkin saja mereka telah mempercanggih peralatan militer sembari mengamat-amati kondisi militer negara tetangga. Sebagai test case, mereka memprovokasi kapal perang TNI di perairan Ambalat. Maksudnya sih untuk melihat sejauh mana kesiapan dan kecanggihan kapal tempur TNI itu.
Orang-orang Indonesia yang geram dan marah melihat Malaysia memprovokasi TNI di Ambalat tergugah pula rasa nasionalismenya. Kemarahan itu sebenarnya sudah disulut sejak lama, sejak para TKI kita menjadi bulan-bulanan penyiksaan para majikan di Malaysia. Begitu rendah nilai orang Indonesia di mata orang Malaysia, sehingga di Malaysia para TKI itu dipanggil Indon. Isu TKI belum habis, muncul pula klaim dari Malaysia yang membajak karya budaya yang dianggap milik Indonesia, seperti batik, angklung, reog, lagu rakyat Maluku, dan sebagainya. Lalu terakhir isu si cantik jelita Manohara ikut pula memanasakan suasana. Kloplah semua itu untuk memantik semangat heroik para pemuda. Dimana-mana muncul pasukan sipil dadakan, pasukan bela diri, atau pasukan berani mati yang siap berperang melawan Malaysia. Dengan rasa marah yang memendam, mereka siap dikirim ke Ambalat untuk bertempur. Semangat sih boleh saja, tetapi saya kira sia-sia saja usaha mereka itu. Mau berperang dengan Malaysia pakai apa mereka itu? Pakai bambu runcing atau senjata rakitan? Jelas mereka akan mati duluan dibom pesawat tempur Malaysia yang canggih itu.
Dari segi jumlah penduduk Indonesia memang jauh lebih banyak daripada Malaysia. Mungkin kalau perang langsung satu lawan satu dengan rakyat Malaysia jelas Indonesia akan menang, tetapi itu kan perang zaman kuno. Sekarang ini perang zaman modern adalah perang antara militer dengan militer, peralatan canggih versus peralatan pas-pasan. Diatas kertas jelas negara yang mempunyai peralatan tempur yang canggih yang akan menang. Jumlah penduduk negara tidak punya peranan penting. Lihatlah Israel, negara mini di Timur Tengah, tetapi mereka mampu mengalahkan negara-negara Arab dalam perang 6 hari pada tahun 1960-an ketika merebut dataran tinggi Golan, padahal penduduk Israel hanya beberapa juta jiwa, namun mereka mempunyai senjata ultramodern yang tidak dimiliki oleh negar-negara Arab.
Yang harus dilakukan saat ini adalah bukan perang dengan Malaysia, tetapi memikirkan keselamatan para prajurit TNI itu. Janganlah mereka mati sia-sia lagi sebelum berperang karena menaiki kendaraan militer yang tidak aman. Saya miris setiap kali melihat episode keluarga prajurit itu yang bersimbah air mata ketika ayah atau suami mereka dimasukkan ke liang lahat. Kita mungkin hanya bisa bergumam: kasihan, sesudah itu kita sudah lupa dengan peristiwa itu sebelum nantinya dikejutkan lagi dengan peristiwa yang sama untuk kesekian kalinya. Kita sudah lupa dengan nasib anak-anak mereka yang masih kecil atau istri mereka yang jadi janda yang hidup berdesakan-desakan di barak-barak sempit. Masa depan keluarga TNI yang tewas karena kecelakaan itu menjadi suram karena sang pencari nafkah mati sebelum berperang.
Jadi, daripada memikirkan perang melawan Malaysia, mengapa tidak memikirkan keselamatan para prajurit dan keluarganya dari kecelakaan peralatan militer yang rapuh dan sudah usang itu.
http://rinaldimunir.wordpress.com/2009/06/17/jika-perang-lawan-malaysia-indonesia-kemungkinan-besar-kalah/
No comments:
Post a Comment