Jangan Buat Keamanan di Ibukota Jadi Barang Mahal
Powered by Translate
Permasalahan Jakarta sebagai ibukota negara kian hari semakin terasa. Apalagi dengan tidak imbangnya antara jumlah penduduk dengan segala aspek yang ada, mulai dari lahan, sarana prasarana, sampai pada lapangan pekerjaan.
Saking banyaknya permasalahan tersebut, maka membuat citra Jakarta sebagai ibukota negara menjadi kota yang sakit dan tertekan. Belum lagi masalah penyakit social yang semakin hari semakin menakutkan, seperti berbagai kasus perampokan, pemerkosaan, dan pembunuhan be
lakangan ini.
Secara antropologis dan sosiologis, Jakarta sebenarnya sudah dihancurkan antara lain oleh pemberian izin pembangunan yang tidak mengindahkan tata kota. Pesona Jakarta sebagai ibu kota sama sekali tidak terlihat oleh pembangunan gedung dan pusat bisnis yang menabrak tata ruang dan tata kota.
Wajah Jakarta semakin tidak karuan oleh persoalan sampah yang, antara lain, menumpuk di sungai. Penduduk Jakarta umumnya suka ”membuang sampah”, termasuk dari mobil-mobil mewah di jalanan, dan belum tumbuh budaya ”mengelola sampah”.
Tidak hanya sampah berserakan dan tata ruang dilanggar, kekerasan juga merebak luas, yang membuat hidup di Jakarta terasa sesak dan suntuk. Mungkin ada saja yang bilang, jika tidak tahan terhadap kondisi Jakarta, pindah saja.
Persoalannya tentu bukan bertahan atau pindah, melainkan masalah keamanan, kenyamanan, ketertiban, dan kebersihan merupakan keniscayaan keadaban masyarakat modern. Jakarta dan kota lain di Indonesia haruslah aman dan bersih sebagai sebuah ekspresi kemajuan keadaban sebuah bangsa.
Belakangan ini penduduk dan pengunjung Jakarta dibuat cemas oleh kasus perampokan, pemerkosaan, dan pembunuhan yang merebak luas. Timbul kesan, penjahat semakin bergerak leluasa, seolah-olah tak takut lagi terhadap aparat keamanan.
Aparat keamanan pasti sudah berjuang melawan penjahat yang mencelakakan masyarakat. Namun, masih maraknya aksi kejahatan boleh jadi sebagai isyarat kuat, tindakan pengamanan kalah kuat dibandingkan dengan keganasan penjahat.
Atas kenyataan itu, perlu dilakukan terobosan mendasar agar tak ada lagi pemerkosaan dan perampokan di jalanan atau di kendaraan-kendaraan umum, seperti bus dan angkutan kota.
Pengaruh psikologis atas kejahatan itu luar biasa. Masyarakat merasa tidak leluasa dan cemas jika keamanan di jalanan atau kendaraan umum tidak terjamin. Konsentrasi pada pekerjaan juga terganggu.
Oleh karena itu, upaya pemberantasan kejahatan, seperti perampokan, pembunuhan, dan pemerkosaan, tidak hanya untuk mengembalikan rasa aman dan tenteram, tetapi sekaligus juga untuk memperlihatkan kemajuan keadaban dan peradaban sebuah bangsa dan negara modern. Salam.
Linda Surachman, S.H.
Taman Cilandak, Lebak Bulus
Jakarta Selatan
linda_surachman@yahoo.com
Saking banyaknya permasalahan tersebut, maka membuat citra Jakarta sebagai ibukota negara menjadi kota yang sakit dan tertekan. Belum lagi masalah penyakit social yang semakin hari semakin menakutkan, seperti berbagai kasus perampokan, pemerkosaan, dan pembunuhan be
lakangan ini.
Secara antropologis dan sosiologis, Jakarta sebenarnya sudah dihancurkan antara lain oleh pemberian izin pembangunan yang tidak mengindahkan tata kota. Pesona Jakarta sebagai ibu kota sama sekali tidak terlihat oleh pembangunan gedung dan pusat bisnis yang menabrak tata ruang dan tata kota.
Wajah Jakarta semakin tidak karuan oleh persoalan sampah yang, antara lain, menumpuk di sungai. Penduduk Jakarta umumnya suka ”membuang sampah”, termasuk dari mobil-mobil mewah di jalanan, dan belum tumbuh budaya ”mengelola sampah”.
Tidak hanya sampah berserakan dan tata ruang dilanggar, kekerasan juga merebak luas, yang membuat hidup di Jakarta terasa sesak dan suntuk. Mungkin ada saja yang bilang, jika tidak tahan terhadap kondisi Jakarta, pindah saja.
Persoalannya tentu bukan bertahan atau pindah, melainkan masalah keamanan, kenyamanan, ketertiban, dan kebersihan merupakan keniscayaan keadaban masyarakat modern. Jakarta dan kota lain di Indonesia haruslah aman dan bersih sebagai sebuah ekspresi kemajuan keadaban sebuah bangsa.
Belakangan ini penduduk dan pengunjung Jakarta dibuat cemas oleh kasus perampokan, pemerkosaan, dan pembunuhan yang merebak luas. Timbul kesan, penjahat semakin bergerak leluasa, seolah-olah tak takut lagi terhadap aparat keamanan.
Aparat keamanan pasti sudah berjuang melawan penjahat yang mencelakakan masyarakat. Namun, masih maraknya aksi kejahatan boleh jadi sebagai isyarat kuat, tindakan pengamanan kalah kuat dibandingkan dengan keganasan penjahat.
Atas kenyataan itu, perlu dilakukan terobosan mendasar agar tak ada lagi pemerkosaan dan perampokan di jalanan atau di kendaraan-kendaraan umum, seperti bus dan angkutan kota.
Pengaruh psikologis atas kejahatan itu luar biasa. Masyarakat merasa tidak leluasa dan cemas jika keamanan di jalanan atau kendaraan umum tidak terjamin. Konsentrasi pada pekerjaan juga terganggu.
Oleh karena itu, upaya pemberantasan kejahatan, seperti perampokan, pembunuhan, dan pemerkosaan, tidak hanya untuk mengembalikan rasa aman dan tenteram, tetapi sekaligus juga untuk memperlihatkan kemajuan keadaban dan peradaban sebuah bangsa dan negara modern. Salam.
Linda Surachman, S.H.
Taman Cilandak, Lebak Bulus
Jakarta Selatan
linda_surachman@yahoo.com
No comments:
Post a Comment