Flu Babi, Emerging Pathogens dan Pangan
Beberapa hari terakhir ini, kita membaca berita merebaknya pandemi flu babi yang telah menelan ratusan korban. Padahal berita mengenai flu Singapura baru saja kita dengar serta flu Burung yang masih terus menyebabkan outbreaks. Sebelumnya kita juga dihebohkan dengan penyakit serupa yakni SARS (severe acute respiratory syndrome).
Semua penyakit influenza di atas disebabkan oleh virus.Makhluk ini adalah mikroorganisme yang sangat sederhana berukuran sangat kecil (100-200-an nm) yang umumnya hanya disusun oleh DNA atau RNA (tidak pernah keduanya) dan protein. Virus menginfeksi inangnya dengan menginjeksikan RNA atau DNA nya ke dalam sel reseptor inang yang kemudian bisa terkooptasi mendedikasikan dirinya untuk melakukan replikasi, transkripsi, dan translasi virus tersebut. Oleh karenanya virus bersifat obligat intraseluler parasit yang artinya hanya hidup di dalam jaringan/sel hidup dan hidup/perkembangbiakannya sangat bergantung pada inangnya.
Pada umumnya virus bersifat host specific dan hanya menyerang inang tertentu. Akan tetapi karena komponen genetikanya yang sederhana maka mutasi mungkin terjadi dan menyebabkannya mampu menyerang inang yang lain. Review mengenai hal ini dilaporkan oleh Wolfe (2007) yang mengklasifikasikan evolusi mikroorganisme patogen ke dalam lima tingkat yakni patogen yang hanya ditularkan dari hewan ke hewan, (2) patogen yang ditularkan dari hewan ke manusia, (3) patogen yang ditularkan dari hewan ke manusia dan kadang-kadang dari manusia ke manusia lain, (4) patogen yang ditularkan dari hewan ke manusia lalu ke manusia lain, (5) patogen yang ditularkan dari manusia ke manusia.
Virus flu babi, adalah virus H1N1 yang telah diketahui sejak tahun 1910-1920 an menyebabkan gangguan pernafasan pada babi. Virus ini jarang menyerang manusia tetapi orang yang terpapar babi secara intensif (misalnya bekerja di peternakan babi) berisiko terinfeksi virus ini. Virus flu babi menyebabkan gejala serupa dengan virus flu pada manusia dan diantara 3 jenis virus flu yang menyerang manusia, dua diantaranya memiliki kemiripan dengan virus flu babi yakni virus influenza A dan C. Dalam beberapa hari terakhir, kita ketahui bahwa outbreak yang sedang terjadi bukan disebabkan oleh virus yang endemik di babi melainkan virus “baru” yang merupakan hasil mutasi virus influenza A subtipe H1N1 yang mengandung gen virus flu manusia, virus flu burung (H5N1), dan dua galur virus flu babi.Hal ini pula yang mendorong WHO menggantikan istilah virus flu babi dengan virus flu saja.
Emerging Pathogens
Sejak tahun 2007, virus telah ditengarai sebagai patogen emerging yang terpenting. Hal ini disebabkan karena dalam 20 tahun terakhir kasus penyakit karena virus terus meningkat dan diperkirakan masih akan terus meningkat. Sampai dengan ditemukannya kasus flu babi, maka virus flu burung, Norovirus, Rotavirus, serta virus hepatitis E adalah virus emerging yang penting. Kecuali virus flu burung maka tiga virus yang disebutkan terakhir juga ditetapkan sebagai emerging foodborne pathogens karena terbukti dapat menyebabkan penyakit melalui pangan.
Para pakar bersepakat bahwa ada 3 faktor utama yang memicu munculnya patogen “baru” yakni faktor mikroorganismenya sendiri, faktor inang (host) dan faktor paparan (exposure) (IFT, 2002)
Faktor mikroorganisme dapat disebabkan karena evolusi genetik, yang sangat mungkin terjadi ketika suatu materi genetik “asing” masuk ke dalam mikroorganisme dan menjadikannya lebih virulen. Pada bakteri patogen pangan, terinkorporasinya gen penyandi toksin shiga melalui infeksi virus (bacteriophage) lambda ke kromosom Escherichia coli telah memunculkan E. coli O157:H7 dan STEC (shiga toxin producing E. coli). Contoh lain adalah uptake gen penyandi resistensi terhadap antibiotika yang telah memunculkan Salmonella “baru” seperti Salmonela DT 104 yang resisten terhadap lima jenis antibiotika. Faktor mikroorganisme juga ditunjang oleh perkembangan metode deteksi yang semakin canggih sehingga mikroorganisme yang dahulu sukar dideteksi sekarang menjadi mudah dideteksi. Pada tahun 2007, Norovirus (dahulu dikenal sebagai virus Norwalk-like) disebutkan sebagai penyebab 50% dari outbreaks pangan di Amerika Utara dan salah satu alasan meningkatnya kasus Norovirus adalah karena berhasil dikembangkannya metode deteksi berbasis PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk virus ini. Dalam pandemi flu babi yang sedang berlangsung, virus penyebabnya juga diduga telah mengalami perubahan materi genetik.
Faktor inang juga sangat berperan. Pada saat ini orang-orang berusia lanjut,yang secara alami mengalami penurunan fungsi kekebalan tubuh, meningkat jumlahnya di dunia. Berbagai penyakit juga telah menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh sehingga meningkatkan sensitivitas terhadap penyakit, seperti AIDS dan sebagainya. Di negara berkembang, masalah laten kekebalan tubuh juga masih diisi oleh banyaknya malnutrisi pada anak-anak.
Faktor ketiga yang tidak kalah penting adalah paparan. Dengan adanya globalisasi maka traffic manusia, hewan maupun pangan dari dan ke suatu negara sangatlah dinamis. Beberapa patogen “berpindah” tempat dengan cepat melalui vehicle ini. Dalam kategori ini juga termasuk gaya hidup (lifestyle) yang mendukung munculnya patogen baru. Salah satu contoh yang sering digunakan adalah perjalanan “cruise ship”, yang telah dilaporkan merupakan modus outbreak Norovirus yang sangat penting. Kapal pesiar yang berisi ribuan penumpang, beberapa diantaranya menaiki kapal dengan Norovirus, mencemari makanan dengan virus ini dan kemudian menyebabkan sakit pada orang lain. Jumlah korban kemudian meningkat dengan pesat karena kemudian virusnya dapat ditularkan dari orang ke orang. Dalam kasus virus flu babi, traffic manusia dan kegiatan ekspor impor babi tentunya dapat meningkatkan penyebaran virus ini.
Virus dalam Pangan
Berbeda dengan bakteri, kapang, dan kamir yang tumbuh dan berkembang-biak dalam pangan, sedangkan virus adalah mikroorganisme yang tidak hidup ataupun berkembangbiak dalam pangan. Oleh karena itu yang menjadi faktor pendukung keberadaan virus dalam pangan adalah kemampuan survival-nya yang sangat tergantung dari jenis virus dan juga kondisi lingkungannya. Pada suhu rendah misalnya, virus lebih mungkin bertahan. Selain itu, waktu juga mempengaruhi jumlah partikel virus dalam pangan karena dengan bertambahnya waktu maka jumlah virus umumnya makin berkurang. Dari aspek teknologi pangan, virus dapat dikategorikan sebagai mikroorganisme yang sangat mudah dibunuh dengan pemanasan. Pada umumnya pemanasan setara pasteurisasi atau yang mampu membunuh Salmonella dipastikan dapat menginaktifkan virus. Oleh karena itu outbreaks oleh virus umumnya disebabkan oleh makanan mentah atau makanan yang “intimately handled by hands”, seperti susu mentah, salad (karedok, sayuran mentah), buah segar, toppings dari irisan rempah/sayur dan sebagainya. Saat ini jenis virus yang bisa ditularkan melalui pangan relatif terbatas jumlahnya, diantaranya Norovirus, Rotavirus, Hepatitis A dan E dan Polio virus.
Dalam kasus flu burung, belum ada satu kasus-pun yang dilaporkan yang dapat dihubungkan dengan konsumsi pangan. Meskipun demikian, pemusnahan unggas tentunya telah mengakibatkan permasalahan besar dalam ketersediaan dan perdagangan pangan. Mengingat kesamaan modus dan gejala penyakit yang disebabkannya, kemungkinan virus flu babi ini juga tidak disebarkan melalui pangan, terutama tidak oleh pangan olahan atau dalam hal ini daging babi olahan. Akan tetapi, pemusnahan babi akan menyebabkan permasalahan kelangkaan daging babi yang dapat menjadi masalah ekonomi penting. Selain itu, mekipun tidak mengakibatkan fatalitas yang tinggi seperti flu burung, hal yang paling dikhawatirkan dengan virus flu babi yang menyerang Meksiko dan beberapa negara lain saat ini adalah kemampuan virus yang dapat ditularkan dari orang ke orang, sehingga pemusnahan babi mungkin tidak cukup untuk mencegah penyebaran virus ini.
*) Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc adalah staf pengajar pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, peneliti pada SEAFAST Center, IPB dan anggota ICMSF (International Commission on Microbiological Specification for Foods). Tulisan ini tidak mewakili institusi terkait. Artikel tahun 2009.
No comments:
Post a Comment