Sosok Orang Tua Yang Patut Kita Contoh
Quote:
Bambang Hertadi Mas (52) atau akrab disapa Paimo (berjaket biru), Jumat (18/6/2010) memulai perjalanannya keliling beberapa negara Eropa. Dari Brussels, dia akan menempuh jarak 3.230 km selama dua bulan.. |
2. om Don Hasman
Quote:
Sebuah pertemuan yang menggugah terjadi ketika Don Hasman, fotografer senior Indonesia, mengunjungi kantor Fotografer.net (FN) di Yogyakarta, Kamis (25/3). Fotografer kelahiran Jakarta tahun 1940 ini sudah mulai motret sejak berusia 11 tahun. Tercatat berbagai puncak dunia sudah ditaklukkannya. Berbagai negara sudah dijelajahi dengan berjalan kaki dan bersepeda. Wilayah tertinggi yang pernah ditaklukkan Don Hasman adalah Nuptse, kawasan Himalaya, Everest base camp 6.150 meter tahun 1978, masuk wilayah geografis Nepal. Baru 9 tahun kemudian rekor tersebut bisa diperbaharui oleh orang Indonesia lain. Don Hasman juga pernah menaklukkan Gunung Kilimanjaro 5.985 meter di Tanzania tahun 1985. Ia berangkat, antara lain, bersama mendiang Norman Edwin, wartawan Kompas, yang legendaris itu. Keteladanan Don Hasman adalah kekonsistenan memotret hingga hari ini, kala usianya beranjak senja. Oom Don, demikian ia akrab disapa, tahun 2007 masih sanggup berjalan kaki 1000 km dari Saint-Jean-Pied-de-Port, Perancis Selatan ke Cape Finisterre, Spanyol Barat Laut. Perjalanan selama 35 hari itu ditempuh dalam 2.200.000-an langkah oleh anggota kehormatan Mapala UI bernomor anggota MK 225 ini. Kunjungan Oom Don ke kantor FN tak jauh dari fotografi. Menimba pengalaman dari fotografer dan petualang alam bebas ini bak menimba dari sumur yang tak pernah kehabisan air. Sambil saling berbagi foto, Oom Don menyebutkan, “Foto bagus adalah foto yang bisa menggugah perasaan.” Petikan yang singkat tapi dalam dan mengena. Ketika fotografer berkutat dengan kecepatan rana, diafragma, dan perlombaan resolusi, petikan Oom Don ini penting dijadikan bahan refleksi. “Foto yang menggugah bisa menginspirasi orang yang melihatnya. Membuat orang melakukan sesuatu,” imbuh Oom Don. Fotografer kerap pula mengabaikan etika dalam memotret. Pada upacara Yadnya Karo tahun 2009, adat suku Tengger di Bromo, Oom Don tegur tegas seorang pejabat pehobi fotografi yang nekat pakai alas kaki. Padahal di tempat tersebut sudah diumumkan larangan pakai alas kaki. Di kantor FN, Oom Don tunjukkan bukti foto pejabat yang nekat langgar aturan itu. “Dia pakai atasan pakaian adat tapi bawahnya pakai celana jins. Pakai sepatu, pula!” ungkap Oom Don berapi-api. Tahun 2009, Oom Don masih kuat berkeliling Gunung Tambora, di Pulau Sumbawa, NTB untuk menyusun buku fotografi tentang gunung itu. Gunung Tambora jadi legendaris lantaran letusan tahun 1815 masuk yang terbesar dalam sejarah dunia. Selama setahun planet bumi tersaput abu Tambora, dan tak ada musim panas. Sudah sepatutnya Oom Don, yang legendaris itu, terlibat dalam penyusunan buku tentang gunung legendaris. |
Quote:
Om Don hasman ini peraih penghargaan Trophy Adinegoro dalam Bidang Fotografi Jurnalistik 1987 dan penghargaan Internasional 100 Famous Photograhers in the World (Perancis tahun 2000).. |
3. Mbah Boncel
Quote:
TEKAD Supriyanto alias Mbah Boncel untuk mengelilingi Indonesia dengan menggunakan sepeda, paling tidak membuka mata kita semua. Pasalnya Mbah Boncel bisa melihat langsung budaya dan kebiasaan setiap masyarakat di daerah yang dilewatinya.
“Saya melihat masyarakat di Indonesia Barat kelihatannya lebih makmur dibanding di wilayah timur. Sehingga seharusnya masyarakat di wilayah timur itu mendapat perhatian khusus dari orang-orang penting di Indonesia,” ungkap Mbah Boncel saat berada di Kantor Redaksi Tribun, Minggu (11/3).
Selain itu, ia juga merasa beruntung bisa melihat secara langsung wilayah tanah air dari dekat. “Mungkin tidak semua orang bisa merasakan pengalaman seperti saya. Untuk itulah saya selalu menuliskan setiap perjalanan saya di dalam buku,” ujarnya sambil menunjukan buku besar yang berisi catatan perjalanan dengan rapi.
Ia juga bercerita, wilayah Indonesia merupakan daerah yang kaya dengan keindahan alam. Bahkan dari Kupang hingga Sumatera, ia mengaku kerap berhenti di tengah perjalanan, sekadar untuk menikmati pemandangan. Namun di luar itu, ia merasa miris dengan sejumlah perilaku orang-orang yang menjadi bagian bangsa ini.
“Empat celana saya hilang dicuri orang. Bahkan lampu sepeda yang baru saya beli, juga diambil orang. Bahkan pernah pula saya dihadang sejumlah orang di tengah hutan di Sumatera. Mereka mengira saya bawa uang banyak. Saat itu saya pasrah kepada Yang Di Atas saja,” ujar Mbah Boncel.
Orang-orang yang berusaha merampok Mbah Boncel kemudian merebut tas dan sepeda yang dikendarainya. “Saya biarkan saja. Mereka kemudian mengobrak-abrik isi tas. Karena tidak mendapatkan apa yang diinginkan, para perampok itu berencana membawa sepeda saya. Namun untungnya ketika mereka mencoba menaikinya, secara tiba-tiba rantai sepeda itu macet. Mereka bahkan sempat mencobanya sampai lima kali tapi nggak berhasil,” tambah Mbah Boncel.
Karena tidak berhasil mendapatkan barang-barang milik Mbah Boncel, para perampok itu pergi dengan sendirinya. “Ajaib, setelah sepeda itu macet rantainya, tiba-tiba kembali seperti sedia kala saat saya naiki,” ungkapnya.
Pengalaman lain yang tak bisa dilupakan oleh Mbah Boncel adalah saat melintas di Jakarta. Selain nyaris masuk ke jalur jalan tol, Mbah Boncel sempat menarik perhatian pengguna jalan lain yang melintas. Bahkan ia sering diberi jalan oleh pengendara lainnya dengan sukarela. “Sampai-sampai saya berada di tengah jalur. Sementara pengguna jalan lain justru menepi dan memberi kesempatan kepada saya,” ujar Mbah Boncel dengan tertawa.
Kedatangannya ke Kepri setelah dari Sumatera, bagi Mbah Boncel juga ada misi khusus. Ia ternyata ingin bertemu dengan keponakannya yang kini bekerja dan tinggal di daerah Sengkuang. “Dia itu anak kakak saya. Jadi waktu melintas ke Kepri, saya mampir ke rumahnya, sekaligus untuk menjenguk cucu yang baru lahir,” ungkapnya.
Selama di Batam Mbah Boncel, juga menyempatkan untuk berkeliling sebelum pergi ke Tanjungpinang dan meneruskan perjalanan ke Kalimantan. Ia sempat mengunjungi icon Batam, yakni Jembatan Barelang, serta ke sejumlah tempat di Jodoh/Nagoya, Sekupang dan sebagainya. Kamis hari ini, Mbah Boncel berencana meninggalkan Batam untuk meneruskan perjalanannya mengelilingi Indonesia dengan sepeda bututnya. Selamat jalan Mbah Boncel!
kompas
No comments:
Post a Comment