MIUMI: RUU Gender Produk Liberal
Ustaz Bachtiar Nasir
Berita Terkait
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan Undang-Undang (RUU) Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG) yang sudah mulai dibahas secara terbuka di DPR menuai kontroversi. Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) bahkan menyebut aturan tersebut adalah produk liberal.
Pasalnya, kata Sekjen MIUMI, Ustaz Bachtiar Nasir, secara substansial, defenisi gender yang termaktub pada Pasal 1 Ayat 1 sangatlah bertentangan dengan ajaran Islam. Yakni sebagaimana mengenai peran dan kedudukan perempuan.
Menurut dia, dalam pasal tersebut, gender didefenisikan sebagai pembedaan peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan. "Padahal hal tersebut merupakan hasil konstruksi sosial budaya yang sifatnya tidak tetap dan dapat dipelajari," ungkapnya saat ditemui di acara Tabligh Akbar "Menolak RUU Gender Liberal", di Masjid Agung Sunda Kelapa, Jakarta Pusat, Ahad (8/4).
Dalam Islam, jelas dia, pembagian peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan tidak berdasarkan pada budaya, tetapi berdasarkan wahyu yang bersifat lintas zaman dan budaya.
Selain itu, dia pun menilai bahwa makna kesetaraan dan keadilan dalam RUU tersebut, terutama dalam Pasal 1, 2, dan 3, pun memiliki pertentangan dalam ajaran Islam. Sebab dalam Islam, pemaknaan hal tersebut tidaklah berarti persamaan antara laki-laki dan perempuan dalam semua hal.
Pasalnya, kata Sekjen MIUMI, Ustaz Bachtiar Nasir, secara substansial, defenisi gender yang termaktub pada Pasal 1 Ayat 1 sangatlah bertentangan dengan ajaran Islam. Yakni sebagaimana mengenai peran dan kedudukan perempuan.
Menurut dia, dalam pasal tersebut, gender didefenisikan sebagai pembedaan peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan. "Padahal hal tersebut merupakan hasil konstruksi sosial budaya yang sifatnya tidak tetap dan dapat dipelajari," ungkapnya saat ditemui di acara Tabligh Akbar "Menolak RUU Gender Liberal", di Masjid Agung Sunda Kelapa, Jakarta Pusat, Ahad (8/4).
Dalam Islam, jelas dia, pembagian peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan tidak berdasarkan pada budaya, tetapi berdasarkan wahyu yang bersifat lintas zaman dan budaya.
Selain itu, dia pun menilai bahwa makna kesetaraan dan keadilan dalam RUU tersebut, terutama dalam Pasal 1, 2, dan 3, pun memiliki pertentangan dalam ajaran Islam. Sebab dalam Islam, pemaknaan hal tersebut tidaklah berarti persamaan antara laki-laki dan perempuan dalam semua hal.
Redaktur: Heri Ruslan
Reporter: Ahmad Reza Safitri
No comments:
Post a Comment